Jumat, 05 November 2010

GEOGRAFI

Pengertian Geografi
Istilah geografi untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh
Erastothenes
pada abad ke 1.
Menurut Erastothenes geografi berasal dari kata geographica yang berarti penulisan atau
penggambaran mengenai bumi. Berdasarkan pendapat tersebut, maka para ahli geografi
(geograf) sependapat bahwa Erastothenes dianggap sebagai peletak dasar pengetahuan
geografi.
Pada awal abad ke-2, muncul tokoh baru yaitu
Claudius Ptolomaeus
mengatakan bahwa
geografi adalah suatu penyajian melalui peta dari sebagian dan seluruh permukaan bumi.
Jadi Claudius Ptolomaeus mementingkan peta untuk memberikan informasi tentang
permukaan bumi secara umum. Kumpulan dari peta Claudius Ptolomaeus dibukukan, diberi
nama ‘
Atlas Ptolomaeus’.
Menjelang akhir abad ke-18, perkembangan geografi semakin pesat. Pada masa ini
berkembang aliran fisis determinis dengan tokohnya yaitu seorang geograf terkenal dari
USA yaitu
Ellsworth Hunthington.
Di Perancis faham posibilis terkenal dengan tokoh
geografnya yaitu Paul Vidal de la Blache, sumbangannya yang terkenal adalah
“Gen re de
vie”.
Perbedaan kedua faham tersebut, kalau fisis determinis memandang manusia sebagai
figur yang pasif sehingga hidupnya dipengaruhi oleh alam sekitarnya. Sedangkan posibilisme
memandang manusia sebagai makhluk yang aktif, yang dapat membudidayakan alam untuk
menunjang hidupnya.
Setiap manusia memiliki pendapat masing-masing tentang berbagai hal dalam kehidupannya.
Demikian pula dengan definisi atau pengertian geografi. Berikut ini disajikan beberapa definisi
yang akan saling melengkapi dan dengan demikian diharapkan dapat menyingkap inti
masalah atau pokok kajian geografi.
5

Definisi 1:
Preston e James
berpendapat bahwa, “Geografi dapat diungkapkan sebagai
induk dari segala ilmu pengetahuan” karena banyak bidang ilmu pengetahuan
selalu mulai dari keadaan muka bumi untuk beralih pada studinya masing-masing.
Definisi 2:
“Geografi adalah interaksi antar ruang”. Definisi ini dikemukakan oleh
Ullman
(1954), dalam bukunya yang berjudul
Geography a Spatial Interaction.
Definisi 3:
Objek study geografi adalah kelompok manusia dan organisasinya di muka bumi.
Definisi ini dikemukakan oleh
Maurice Le Lannou
(1959). Ia mengemukakan
dalam bukunya yang berjudul
La Geographie Humaine.
Definisi 4:
Paul Claval
(1976) berpendapat bahwa ‘Geografi selalu ingin menjelaskan gejala-
gejala dari segi hubungan keruangan’.
Definisi 5:
Suatu definisi yang lain adalah hasil semlok (seminar dan lokakarya) di Semarang
tahun 1988. Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan
fenomena geosfer dengan sudut pandang kewilayahan dan kelingkungan dalam
konteks keruangan.
Kalau kita perhatikan beberapa definisi/pengertian dan sejarah perkembangan dari geografi
tersebut, ternyata pengertian geografi selalu mengalami perkembangan. Namun kalau kita
kaji lebih jauh, di antara pandangan para ahli tersebut tampak ada kesamaan titik pandang.
Kesamaan titik pandang tersebut adalah mengkaji:
1. bumi sebagai tempat tinggal;
2. hubungan manusia dengan lingkungannya (interaksi);
3. dimensi ruang dan dimensi historis; dan
4. pendekatannya, spasial (keruangan), ekologi (kelingkungan) dan regional (kewilayahan).

Download Selengkapnya klik link di bawah ini...
GEOGRAFI.doc

STRUKTUR LAPISAN KULIT BUMI (LITHOSFER) DAN BENTUK MUKA BUMI

STRUKTUR LAPISAN KULIT BUMI (LITHOSFER) DAN BENTUK MUKA BUMI


Pertama tama perlu anda ketahui bahwa kata lithosfer berasal dari bahasa yunani yaitu lithos artinya batuan, dan sphera artinya lapisan lithosfer yaitu lapisan kerak bumi yang paling luar dan terdiri atas batuan dengan ketebalan rata-rata 1200 km.

Perlu anda pahami bahwa yang dimaksud batuan bukanlah benda yang keras saja berupa batu dalam kehidupan sehari hari, namun juga dalam bentuk tanah liat, abu gunung api, pasir, kerikil dan sebagainya.
Tebal kulit bumi tidak merata, kulit bumi di bagian benua atau daratan lebih tebal dari di bawah samudra.

Bumi tersusun atas beberapa lapisan yaitu:
a. Barisfer yaitu lapisan inti bumi yang merupakan bahan padat yang tersusun dari lapisan nife (niccolum=nikel dan ferum besi) jari jari barisfer +- 3.470 km.
b. Lapisan antara yaitu lapisan yang terdapat di atas nife tebal 1700 km. Lapisan ini disebut juga asthenosfer mautle/mautel), merupakan bahan cair bersuhu tinggi dan berpijar. Berat jenisnya 5 gr/cm3.
c. Lithosfer yaitu lapisan paling luar yang terletak di atas lapisan antara dengan ketebalan 1200km berat jenis rata-rata 2,8 gram/cm3.

Litosfer disebut juga kulit bumi terdiri dua bagian yaitu:
1. Lapisan sial yaitu lapisan kulit bumi yang tersusun atas logam silisium dan alumunium, senyawanya dalam bentuk SiO2 dan AL 2 O3.
Pada lapisan sial (silisium dan alumunium) ini antara lain terdapat batuan sedimen, granit andesit jenis-jenis batuan metamor, dan batuan lain yang terdapat di daratan benua.




5

Lapisan sial dinamakan juga lapisan kerak bersifat padat dan batu bertebaran rata-rata 35km.

Kerak bumi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu:
- Kerak benua : merupakan benda padat yang terdiri dari batuan granit di bagian atasnya dan batuan beku basalt di bagian bawahnya. Kerak ini yang merupakan benua.
- Kerak samudra : merupakan benda padat yang terdiri dari endapan di laut pada bagian atas, kemudian di bawahnya batuan batuan vulkanik dan yang paling bawah tersusun dari batuan beku gabro dan peridolit. Kerak ini menempati dasar samudra

2. Lapisan sima (silisium magnesium) yaitu lapisan kulit bumi yang tersusun oleh logam logam silisium dan magnesium dalam bentuk senyawa Si O2 dan Mg O lapisan ini mempunyai berat jenis yang lebih besar dari pada lapisan sial karena mengandung besi dan magnesium yaitu mineral ferro magnesium dan batuan basalt. Lapisan merupakan bahan yang bersipat elastis dan mepunyai ketebalan rata rata 65 km .

untuk Mendownload selengkapnya pada materi tersebut di atas silahkan klik Download di bawah ini.....
DOWNLOAD

Senin, 01 November 2010

PERANAN GEOGRAFI DALAM PENATAAN RUANG DI INDONESIA

PERANAN GEOGRAFI DALAM PENATAAN RUANG
DI INDONESIA

Oleh Muh. Dimyati
Converter : Oleh La Mudi


Geografi merupakan disiplin yang mempelajari permukaan
bumi, penyebaran dan interaksi antara manusia dengan
lingkungannya. Pengertian geografi berkembang dinamis dan terus
disempurnakan sesuai dengan perkembangan zaman. Dinamika
pemahaman atas pengertian tersebut berpengaruh terhadap
implementasi geografi dalam berbagai bidang, termasuk dalam pena-
taan ruang.

Sebagai disiplin yang cukup tua, geografi telah memberikan
kontribusi signifikan terhadap penyelenggaraan penataan ruang,
khususnya di Indonesia. Tulisan ini dibatasi hanya dalam
perkembangan konsepsi geografi dan evaluasi terhadap prakteknya
dalam penataan ruang. Penyajiannya dalam satuan dasa warsa, dari
sekitar tahun 1960 menuju tahun 2000-an. Mengingat pengetahuan
penulis yang terbatas, maka perkembangan tahun 1960-an
disampaikan secara selintas.

PENGERTIAN GEOGRAFI DAN PENATAAN RUANG

Seabad sebelum masehi, pengertian geografi masih
bernuansa astronomi dan matematika. Pada abad pertengahan dan
renaissance, pengertian geografi menjadi suatu cabang pengetahuan
yang mempelajari proses dan fenomena alamiah seperti yang terjadi
di litosfer, hidrosfer dan atmosfer. Pandangan geografi modern,
dimotori oleh Immanuel Kant (1724-1804), yang menjelaskan
pengertian geografi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari fakta yang berasosiasi dengan ruang.

Pada masa yang hampir bersamaan, Alexander von Humboldt
menambah pengertian tersebut dengan mengkaitkannya pada aspek
manusia. Sementara itu, pada akhir abad 19 geografi memusatkan
perhatian pada iklim, tumbuhan dan hewan, terutama terhadap
bentang alamnya. Dalam perkembangannya, Wrigley (1965)
berpendapat, geografi merupakan disiplin yang berorientasi pada masalah (problem oriented) dalam rangka interaksi antara manusia dengan lingkungan.

Peter Haggett (1970) membedakan geografi dalam dua
struktur, yaitu geografi ortodoks dan geografi terpadu. Dalam struktur geografi ortodoks dibedakan antara geografi fisikal, geografi manusia, geografi regional dan teknik geografi. Geografi fisikal mencakup kajian, antara lain, geomorfologi, hidrologi, klimatologi dan pedologi. Geografi manusia, antara lain, mencakup geografi ekonomi, geografi penduduk, geografi perdesaan, geografi perkotaan dan geografi kemasyarakatan.

Sementara geografi regional mencakup kajian geografi
menurut wilayah, seperti geografi Asia Tenggara, Geografi Eropa dan
lainnya. Berbeda dengan ketiga hal tersebut, teknik geografi
mencakup kartografi, penginderaan jauh, metode kuantitatif, statistik
dan sistem informasi geografi. Pandangan tersebut berbeda dengan
pandangan dalam struktur geografi terpadu yang hanya
membedakan analisa keruangan, analisa ekologi dan analisa
kompleks wilayah.

Memahami dinamika perkembangan pandangan geografi
dalam berbagai madzhab luar negeri, ahli Geografi Indonesia yang
dimotori oleh Bintarto dan Surastopo pada awal tahun 1970-an men-
dorong kita agar tidak terlalu terpengaruh terhadap fanatisme
madzhab tersebut. Dalam berbagai kesempatan, termasuk saat
menyampaikan kuliah, beliau berdua lebih mendorong pemahaman
geografi dengan menggunakan pendekatan analisa keruangan,
analisa ekologi, dan analisa kompleks wilayah. Sikap konsisten
tersebut dituangkan dalam salah satu tulisan berjudul “Metode
Analisa Geografi” (LP3ES. 1979).

Konsistensi dua sesepuh geografi tersebut berlanjut dengan
perkembangan penggunaan berbagai cara seperti statistik, pemetaan
(remote sensing) dan sistem informasi geografi sebagai pelengkap
dalam mempermudah implementasi pendekatan-pendekatan di atas.
Dalam berbagai pengertian yang berkembang, terlihat ada tiga
kesamaan pandangan yang disepakati semua madzhab, yaitu (a)
bahwa arena yang menjadi titik perhatian adalah permukaan bumi,
bukan ruang yang abstrak; (b) bahwa semua madzhab
memperhatikan penyebaran manusia pada ruang dalam kaitan ma-
nusia dengan lingkungannya; (c) bahwa dalam geografi terdapat
unsur-unsur utama seperti jarak, interaksi, gerakan dan penyebaran.

Titik perhatian tersebut sedikit berbeda dengan penataan ruang yang tidak hanya memperhatikan aspek darat dan laut (muka bumi) saja, tetapi juga udara dan bawah permukaan bumi. Namun, aspek perhatian dari geografi terhadap manusia dan lingkungannya sangat berimpit, dengan tujuan penataan ruang untuk menjaga sustainabilitas (kualitas) lingkungan dan kesejahteraan manusianya. Ada pun jarak, interaksi dan gerakan manusia merupakan dimensidimensi utama dalam penataan ruang.

Penataan ruang merupakan proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang (UU
Nomor 24/1992). Dari pengertian ini, secara ideal hasil dari penataan
ruang adalah suatu ruang yang tertata (bermutu) untuk kehidupan
(human being). Namun dalam praktek, banyak ditemukan perkem-
bangan ruang yang menyimpang dari rencana tata ruang, sementara
ruang yang bermutu sulit ditemukan. Dengan kata lain, yang ditemui
adalah kondisi ruang yang merupakan hasil dari proses penyesuaian
dari human being pada dan di sekitar ruang tersebut dengan alam
sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya, secara fisik, ekonomi
maupun sosial.

Dalam konteks penulisan ini, penataan ruang dipahami
sebagai upaya yang seharusnya dilaksanakan seluruh pelaku untuk
mewujudkan keseimbangan dan sustainabilitas lingkungan dalam
menopang kehidupan. Penataan ruang merupakan proses mengelola
wadah (ruang) yang meliputi daratan, lautan dan udara sebagai
kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan
melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidup. Oleh
karena itu, uraian dalam tulisan ini akan difokuskan pada seberapa
jauh teknik dan pendekatan geografi telah memberikan kontribusi
terhadap proses perwujudan ruang yang seimbang dan sustainable
tersebut.

Pendekatan Geografi

Dalam ruang lingkup seperti yang dikemukakan di atas, maka
pendekatan yang dibahas dibatasi pada kelompok struktur geografi
terpadu. Seperti telah dijelaskan, dalam geografi terpadu dikenal tiga
pendekatan geografi, yaitu analisa keruangan, analisa ekologi dan
analisa kompleks wilayah. Meski secara formal pendekatan tersebut baru dipopulerkan oleh Peter Hagget pada tahun 1970, tetapi wacana pengelompokannya telah berkembang puluhan tahun sebelumnya. Untuk itu penulis mencoba melakukan analisis peranan geografi dalam penataan ruang berdasarkan tiga pendekatan tersebut, yang mempunyai ciri dan karakteristik berbeda.

Pendekatan Keruangan

Sesuai dengan namanya, pendekatan ini menilai lokasi atau
ruang dari sudut pandang penyebaran penggunaannya dan
penyediaannya untuk berbagai keperluan. Ada dua macam
pengertian penyebaran, yaitu penyebaran ekspansi (expansion
diffusion) dan penyebaran penampungan (relocation diffusion).

Pengertian penyebaran ekspansi digunakan untuk memahami
proses di mana informasi, material atau jenis benda lain menjalar
melalui suatu populasi dari suatu daerah ke daerah lain. Material
yang disebarkan tetap ada dan terkadang menjadi lebih intensif di
tempat asalnya. Hal ini berarti terjadi penambahan luas dibanding
aslinya karena mendapat anggota dan wilayah baru. Dari hal ini,
dikenal dua terminologi penyebaran, yaitu penyebaran menjalar
(contagious diffusion) yaitu yang proses menjalarnya melalui kontak
langsung antarmanusia atau antardaerah; dan penyebaran kaskade
(cascade diffusion) dimana proses penjalarannya melalui hirarki.

Sementara itu, penyebaran penampungan merupakan proses penyebaran keruangan di mana informasi atau material yang disebar meninggalkan daerah yang lama dan berpindah atau ditampung di daerah yang baru.

Pendekatan Ekologi

Dalam pendekatan ini yang dikaji bukan hanya ketertarikan
manusia atas tanggapan dan penyesuaian terhadap lingkungan fisik
saja, tetapi juga interaksi dengan manusia lain yaitu ruang sosial.
Untuk itu, pendalaman mengenai ekologi dan ekosistem menjadi
penting untuk mengimplementasikan pendekatan ekologi. Dinamika
yang terdapat dalam lingkungan sosial dapat menimbulkan
perubahan gagasan manusia, sehingga dapat menimbulkan
penyesuaian dan pembaruan sikap dan tindakan terhadap
lingkungan tempat hidupnya. Pada sisi lain, lingkungan fisik dimana
manusia hidup dapat pula mengalami perubahan bentuk dan fungsi yang disebabkan oleh campur tangan manusia.

Dalam konteks ini, William Kirk (1963) memperkenalkan
terminologi geografi lingkungan, geografi perencanaan, geografi
hayati dan geografi tanah. Geografi lingkungan merupakan suatu
kajian geografi dengan mengutamakan pendekatan lingkungan.
Geografi perencanaan merupakan kajian geografi yang lebih concern
dalam membantu tahapan-tahapan perencanaan. Geografi hayati
merupakan suatu kajian geografi yang concern pada aspek-aspek
kehidupan manusia dan flora-faunanya. Geografi tanah merupakan
kajian geografi yang mengutamakan analisis tentang aspek tanah
dan sebarannya.

Pendekatan Kompleks Wilayah

Pendekatan ini merupakan perpaduan pendekatan keruangan
dan ekologi. Interaksi antar wilayah akan berkembang karena
hakekatnya suatu wilayah berbeda dengan wilayah lain karena ada
perbedaan permintaan dan penawaran antarwilayah tersebut. Pada
pendekatan ini analisa keruangan dan analisa ekologi atas wilayah
dan atas interaksi antarwilayah tersebut tak hanya dipandang dari sisi
penyebaran penggunaannya serta penyediaannya saja, tapi juga
interaksinya dengan manusia pada wilayah tersebut.

Dalam konteks pendekatan ini dikenal terminologi
pewilayahan dan klasifikasi wilayah. Dikenal pula uniform region yaitu
pewilayahan berdasar keseragaman atau kesamaan dalam kriteria
tertentu; nodal region, yaitu wilayah yang dalam banyak hal diatur
beberapa pusat kegiatan yang saling dihubungkan dengan garis
melingkar, generic region merupakan klasifikasi wilayah yang
menekankan pada jenisnya, fungsi wilayah kurang diperhatikan, dan
akhirnya specific region merupakan klasifikasi wilayah menurut
kekhususannya, merupakan daerah tunggal, mempunyai ciri geografi
khusus.

GEOGRAFI DAN PENATAAN RUANG PERIODE 1960-1970 AN

Pendekatan dan Prakteknya

Pada era konsolidasi bangsa dan awal Repelita I yang
didominasi pencarian format baku pembangunan fisik, pendekatan
yang digunakan masih sangat parsial, sektoral dan bernuansa
memperkuat semangat wawasan nusantara. Untuk itu kelompok
pendekatan keruangan lebih menonjol dibandingkan pendekatan
lainnya. Hal tersebut ditandai pula dengan awal berkembangnya
konsep pembagian wilayah pembangunan nasional. Pada era
tersebut pemanfatan teknik geografi masih terbatas pada
penggunaan peta dasar produk Jawatan Topografi, Angkatan Darat
yang masih mencakup skala kecil untuk wilayah Indonesia karena
peta skala besar masih terbatas coverage-nya. Pendekatan
keruangan yang menekankan aspek geografi manusia dalam struktur
geografi ortodoks, lebih mendominasi pelaksanaan pembangunan
pada era tersebut. Kondisi tersebut agak berubah pada akhir dekade
dimana mulai muncul konsep pendekatan ekologis. Konsep
pendekatan tersebut walau belum terkenal telah banyak dielaborasi
untuk mendukung analisa-analisa pembangunan infrastruktur fisik.

Evaluasi Praktek Pelaksanaan

Meski pendekatan keruangan yang lebih menekankan aspek
geografi manusia telah dimanfaatkan, tetapi dalam implementasinya
belum sepenuhnya menempatkan manusia sebagai subyek
pembangunan. Pendekatan tersebut masih terlalu kental dengan
nuansa untuk menempatkan manusia sebagai obyek pembangunan.
Hal tersebut kental pula dengan pendekatan sentralistik yang
diwarnai target pertumbuhan ekonomi wilayah yang cenderung
merusak sumber alam.

GEOGRAFI DAN PENATAAN RUANG PERIODE 1970-1980 AN

Pendekatan dan Prakteknya

Periode tahun 1970-an merupakan tahapan awal dari
pembangunan terencana, ditandai dengan hampir berakhirnya
Repelita I dan berawalnya Repelita II, yang lebih mengarah pada
dominasi pembangunan fisik dengan tidak hanya pembangunan per
sektor, tetapi sudah menggabungkan berbagai sektor dan juga
persebaran pembangunan di daerah. Pada masa yang kental dengan
implementasi konsep wawasan nusantara, pembangunan bertitik
berat pada penyediaan infrastruktur fisik untuk meningkatkan
pertumbuhan wilayah. Pada masa ini, pemunculan sekaligus
implementasi pengembangan wilayah yang mengacu pada satuan
wilayah pengembangan (SWP) yang antara lain mengelompokkan
wilayah nasional menjadi 4 wilayah pembangunan utama dan 10 wilayah pembangunan menjadi sangat diminati para pelaku pembangunan.

Walau diintrodusir permasalahan lingkungan hidup dalam
konferensi PBB di Stocholm (1972), namun pembangunan pada
dekade ini kental dengan nuansa sentralistik, di mana perencanaan,
pelaksanaan bahkan pengawasan di daerah yang jauh dari ibukota
dan juga dari pusat kota dilakukan dan dikoordinasikan di dan oleh
pemerintahan pusat. Sebagian kecil pekerjaan pembangunan yang
diperbantukan dan didekonsentrasikan ke daerah. Dalam kondisi
tersebut pemerintah pusat berperan dominan. Hal ini membawa
konsekuensi bahwa birokrat pusat dan tenaga ahli yang
bergandengan erat dengan pusat, termasuk dari perguruan tinggi
yang berlokasi dekat dengan pusat pemerintahan mendapat cipratan
mandat untuk terlibat lebih intens dalam pembangunan sentralistik
tersebut.

Pada masa tersebut bermunculan apilkasi yang diwarnai
pendekatan atau analisis kewilayahan yang lebih menekankan aspek
geografi fisik, juga walau tidak secara dominan dipertimbangkan pula
aspek geografi regional. Sebagai contoh adalah membludaknya
pendekatan kewilayahan seperti SWP dan SP (Satuan
Pengembangan) untuk mendorong kegiatan transmigrasi. Pendekatan tersebut berakibat pada miskinnya pertimbangan atau kajian sosial yang menempatkan manusia sebagai subjek pembangunan.

Evaluasi Praktek Pelaksanaan

Meski pendekatan yang mempertimbangkan aspek sosial,
yang dimotori oleh kelompok geografi manusia dan geografi regional
telah berkembang dan didorong pula untuk tidak ditinggalkan dalam
implementasi, tetapi dalam prakteknya masih kurang mendapat
respons. Hal ini disebabkan ada persepsi bahwa untuk
mempertimbangkan aspek sosial perlu waktu lebih lama dan
kompleks, sehingga yang lebih berkembang adalah pertimbangan
fisik karena akan lebih cepat dan kasat mata atau terlihat nyata
dalam mendukung justifikasi untuk membangun. Aspek ekologi dan
sosial sebagai bagian yang telah juga diintrodusir, antara lain oleh
geografi manusia, masih jauh dari target untuk dipertimbangkan
secara seksama.
Hal itu menunjukkan, sebenarnya telah diintrodusir
pendekatan yang telah memadukan pendekatan fisik dan pendekatan
sosial dalam perencanaan pengembangan wilayah, khususnya dalam
aspek rencana tata ruang. Namun, ada faktor lain yang perlu
diperhatikan seperti peningkatan pertumbuhan wilayah yang sangat
pesat.

GEOGRAFI DAN PENATAAN RUANG PERIODE 1980-1990 AN

Pendekatan dan Prakteknya

Ditandai dengan munculnya UU No. 4/1982 tentang
“Ketentuan Pokok Lingkungan Hidup” disertai dengan produk hukum
turunannya, maka banyak pendekatan dan analisis yang mengede-
pankan aspek ekologi, satuan wilayah sungai (SWS) dan juga
sustainabilitas. Kondisi tersebut mendorong berkembanganya
pendekatan ekologi sebagai salah satu pendekatan yang diyakini
para ahli geografi. Euforia tersebut juga ditandai dengan
bermunculannya Pusat-Pusat Studi Lingkungan Hidup di berbagai
Perguruan Tinggi yang banyak sekali mendorong berkembangnya
analisa berbasis lingkungan seperti AMDAL dan lainnya.

Pendekatan satu sungai satu manajemen pun mulai mencuat
untuk diimplementasikan pada dekade ini. Hal ini ditandai dengan
munculnya pengelolaan sungai besar yang mengalir pada wilayah
lintas batas administrasi, terutama di Jawa, dalam satu manajemen.
Tidak kalah penting, juga penegasan pendekatan penataan ruang
yang disebutkan dalam dokumen Repelita V telah ikut mendorong
pendekatan ekologi dan pendekatan keruangan dalam disiplin
geografi berkembang pesat. Pendekatan-pendekatan tersebut telah
mendorong pula perkembangan teknik geografi seperti
diidentifikasinya teknik interpretasi foto udara, citra satelit (remote
sensing) dan sistem informasi geografi (SIG) berbasis computer dan ICT (Information and Communication Tecnology) yang real time dengan berbagai kecanggihan dan kelemahannya.

Evaluasi Praktek Pelaksanaan

Pendekatan itu, dalam prakteknya belum dilaksanakan secara
optimal. AMDAL misalnya lebih banyak sebagai pelengkap saja,
belum diterapkan secara konsisten. Hal ini tampak dengan muncul-
nya kasus AMDAL setelah atau saat proyek dilakukan. Bukan hanya
pendekatan itu saja yang mengalami de-optimalisasi implementasi,
tapi penggunaan teknik geografi seperti SIG juga masih terbatas
pada tataran wacana, belum pada track dalam tatanan pengambilan
keputusan. Implementasi pemetaan (remote sensing) dan SIG masih
digunakan secara sektoral dan terpisah, belum terintegrasi. Namun,
di sisi lain, semangat menggunakan SIG sebagai alat bantu penataan
ruang dalam berbagai kegiatan tampak sekali meningkat.

Lebih jauh, kian jelas terlihat, bahwa aspek manusia (atau masyarakat) sebagai satu elemen penting dalam pembangunan belum diposisikan seperti yang seharusnya. Hal ini terlihat jelas dengan belum tingginya praktek memperankan masyarakat dalam pembangunan dan juga semakin bersemangatnya pembangunan yang masih kental dengan nuansa fisik.

GEOGRAFI DAN PENATAAN RUANG PERIODE 1990-2000 AN

Pendekatan dan Prakteknya

Deklarasi mengenai pembangunan dan lingkungan atau
Agenda 21 (1992) telah mendorong paradigma baru dalam
pembangunan wilayah di Indonesia. Hal tersebut ditandai antara lain
dengan munculnya UU No. 24/1992 tentang “Penataan Ruang”, juga
PP No.45/1992 tentang “Penyelenggaraan Otonomi Daerah”. Hal ini
telah mengendepankan aspek manusia (masyarakat) sebagai
konsideran penting dalam setiap kegiatan pembangunan. Selain itu, juga mengangkat teknik geografi seperti SIG menjadi alat bantu penataan ruang yang perlu terus dikembangkan.

Pendekatan kompleks wilayah (geografi terintegrasi) yang
lebih menonjolkan aspek masyarakat, yaitu yang mengedepankan konsiderasi sosial dan HAM (Hak Asasi Manusia), dan dianalisis dengan pendekatan kuantitatif dan lebih mantap lagi setelah munculnya UU No.22/ 1999 tentang “Pemerintahan Daerah” dan UU No. 25/1999 tentang “Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah”. Pendekatan kompleks wilayah ini tampaknya cenderung berkembang dengan dipasarkannya citra satelit skala besar seperti ikonos beserta kecanggihan SIG yang berbasis web.
Walau analisa kuantitatif yang ditetapkan dalam pendekatan
kompleks wilayah mulai menonjol, namun dalam pelaksanaannya
belum seperti yang diharapkan, terutama belum dimanfaatkannya
secara baik GPS (Geo Positioning Sattelite) sebagai elemen
penambah ketelitian spasial (lokasi) yang akan sangat membantu akurasi analisa.

Aspek masyarakat (manusia) memang telah mulai diangkat
dalam pendekatan-pendekatan geografi, namun implementasinya
masih terlihat belum serius dan konsisten. Kata masyarakat atau
publik lebih banyak digunakan sebagai wahana untuk menjustifikasi
sesuatu yang menguntungkan satu fihak saja, belum diletakkan
dalam posisi yang seharusnya diajak bersama berbuat sesuatu.

KESIMPULAN

Sebagai disiplin yang mempelajari permukaan bumi, penyebaran dan interaksi antara manusia dengan lingkungannya, geografi selalu terkait dengan ruang dan interaksi human being-nya. Dalam upaya mewujudkan ruang yang bermutu, pendekatan geografi yang mencakup pendekatan keruangan, pendekatan ekologi dan pendekatan kompleks wilayah, memberikan kontribusi signifikan dan dinamis sesuai perkembangan jaman, dalam konsep maupun implementasi penataan ruang di tanah air.

Meski tidak mudah untuk dikuantifikasikan, namun peranan
geografi dalam penataan ruang dapat dengan mudah dirasakan
secara rasional. Sebagai disiplin yang sama-sama mengkaji masalah
wilayah atau ruang, geografi dan penataan ruang merupakan dua hal
yang saling melengkapi, dalam kerangka teori maupun praktek.
DAFTAR PUSTAKA

1. BKTRN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24
Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Jakarta. 1992.
2. Dokumen Rencana Pembangunan Lima Tahunan I-V. Jakarta.
3. E.A.Wrigley. Changes in the Philosophy of Geography dalam
R.J Chorley and P. Haggett, Frontiers in Geographical
Teaching. London. 1965.
4. Hagget, Petter. Locational Analysis in Human Geography.
London: Edward Arnold. 1970.
5. Rahardjo Adisasmita. Kumpulan Karya Ilmiah dalam Bidang
Perencanaan dan Pembangunan Regional. Ujung Pandang.
1977/1978.
6. R. Bintarto dan Surastopo H. Metode Analisa Geografi.
LP3ES. Jakarta. 1979.
7. William Kirk. Problems in Geography. No. 221. vol XLVIII.
1963.



Di Posting Oleh La Mudi

Read More

FOTO PEMBUAT BLOG INI


LA MUDI S.Pd
Berikut adalah foto saya....jangan di hina yach... hehehehe

MOTTO
Wahai pemuda! Suatu gagasan akan sukses jika dilandasi dengan ilmu yang kuat dan sikap ikhlas. Memiliki cita-cita dan sikap berkorban ini adalah cita-cita pemuda. Keimanan adalah hati yang jernih, cita-cita adalah dorongan yang terkendali, rela berkorban adalah tekat yang bulat. Oleh karena itu pemuda merupakan tulang punggung suatu kebangkitan setiap umat dan pembela setiap aqidah dan kebenaran.
(La Mudi 2010)

Read More

PEMBENTUKAN BUMI


Keingintahuan manusia akan asal usulnya maupun keberadaan kehidupan lain di luar Bumi memang tak pernah lekang dimakan waktu
Pencarian tidak hanya dilakukan untuk mengetahui adakah planet mirip Bumi di suatu sudut semesta, namun pencarian juga dilakukan untuk mengetahui bagaimana planet mirip Bumi ini bisa terbentuk.
Sebuah penemuan kembali dilaporkan oleh para peneliti di Rice University terkait pembentukan planet serupa Bumi ini. Setitik cahaya baru yakni ditemukannya bukti pertama keberadaan partikel pasir yang mengorbit Tata Surya yang baru lahir pada jarak yang sama dengan jarak Bumi dari Matahari. Tapi memang penemuan ini belum bisa menjawab secara detail kapan dan bagaimana planet terbentuk. Itu semua masih menjadi pertanyaan.
Keberadaan butiran pasir ini tak pelak menjadi sebuah cahaya cerlang bagi para peneliti karena diyakini piringan awan debu disekeliling bintang yang lahir akan berkondensasi membentuk butiran pasir mikroskopik yang kemudian akan berinteraksi dan membentuk kerikil, bongkahan karang dan pada akhirnya sebuah planet.
Dalam studi sebelumnya, para astronom menggunakan sinyal inframerah untuk mengidentifikasi partikel debu mikroskopik disekeliling bintang jauh. Sayangnya metode ini tidak terlalu akurat untuk menginformasikan ukuran partikel tersebut dan jarak dari partikel tersebut dari bintang induknya. Apakah mereka berada dekat bintang, seperti Bumi ke Matahari ataukah mereka berada lebih jauh seperti jarak Jupiter atau Saturnus ke Matahari.
Dalam studi terbaru ini, Christopher Johns-Krull dari Rice University, beserta koleganya dari Amerika Jerman dan Uzbekistan menggunakan cahaya yang dipantulkan dari pasir itu sendiri untuk bisa mengkonfirmasikan keberadaan orbit mereka di sekeliling sepasang bintang bernama KH-15D di konstelasi Monoceros. Bintang tersebut berada pada jarak 2400 tahun cahaya dari Bumi di Cone Nebula, dengan usia 3 juta tahun dibanding Matahari yang sudah 4,5 milyar tahun. Dengan demikian, memang saat ini planet-planet disekitar bintang tersebut baru memulai perjalanan menuju pembentukannya.
Menurut Johns-Krull yang menarik dari sistem ini adalah ia tampak cerlang namun juga redup pada waktu yang berbeda. Dan hal ini merupakan sesuatu yang sangat jarang terjadi.
KH-15D jika dilihat dari Bumi akan tampak berada di tepi. Dari perpektif ini, piringan akan memblok pandangan ke salah satu bintang. Namun kembarannya memiliki orbit yang sangat eksentrik sehingga ia akan terbit diatas piringan dengan interval yang tetap. Gerhana yang terjadi itulah yang memungkinkan studi terhadap bintang tersebut dilakukan. Pada saat bintang tersebut bisa dilihat, ia akan sangat terang sehingga pasir yang diamati tidak akan dapat terlihat. Pengamatan pada bintang KH-15D ini dilakukan dengan menggunakan teknik fotometri maupun spektografik untuk menganalisis data yang dikumpulkan sepanjang 12 tahun pengamatan dari berbagai observatorium. Diantaranya data tersebut dikumpulkan oleh Observatorium Mc Donald di Texas, Observatorium Keck di Hawaii dan VLT di Mount Paranal, Chile.
Menurut William Herbts, astronom dari Wesleyan University di Middletown, Conn, cahaya yang dipantulkan memberi keuntungan bagi mereka untuk melakukan pengamatan terhadap komposisi kimia partikel-partikel pasir tersebut.
Pada akhirnya, tak bisa dipungkiri penemuan ini memang menjadi titik awal yang membuka banyak pintu menuju berbagai penelitian lain pada piringan bintang tersebut, sekaligus pintu yang terbuka dalam pencarian pembentukan planet-planet serupa Bumi.
Sumber : Rice University News Release

Read More

PEMBENTUKAN BUMI

PEMBENTUKAN BUMI DARI SEGI SAINS

teori yang paling populer adalah teori big bang.
Awalnya ada 1 bintang raksasa yang kemudia mengalami supernova, meledak dan materialnya menyebar kemana2.

Material besar yang menyimpan energi menjadi bintang, sementara yang lebih kecil menjadi planet, yang lebih kecil menajdi bulan, asteroid, dan benda langin lainnya. Sesuai kaidah bahwa dua benda akan tarik-menarik sesuai dengan gravitasi yang dimilikinya (yang dipengaruhi oleh massa masing2 benda tersebut), maka benda yang massanya lebih kecil akan tertarik oleh gravitasi benda yang massanya lebih besar. tapi karena adanya gravitasi benda yang lebih kecil tersebut, maka benda yang lebih kecil akan berputar mendekat ke benda yang lebih besar sampai akhirnya dicapai kesetimbangan antara kedua gravitasi kedua sehingga benda yang lebih kecil akan ber-revolusi mengelilingi benda dengan massa yang (jauh) lebih besar. Contoh, planet yang mengelilingi matahari.

Kemudian planet inipun mengalami proses pembentukan dirinya. Sebagai pecahan dari bintang, tentu saja tiap planet memiliki komposisi yang berbeda. Kemudian pengaruh dari radiasi yang diterima tiap planet juga berbeda, maka proses yang terjadi pada tiap2 planet akan berbeda satu-sama lain.

Bumi yang awalnya berupa benda pijar yang panas perlahan2 mengalami pendinginan (energi yang disimpannya cuma sedikit lho, ga sebanyak bintang). Sesuai hukum thermodinamika yang gua sendiri ga tau persisnya (^_^) bumi mengalami perubahan dari bentuk gas --> semakin dingin --> cair, nah pada saat cair inilah material2 mulai mengelompok dan membentuk bagian2 inti, mantel dan kerak.

Khusus untuk kerak, (uap) air yang mulai terbentuk seiring pendinginan bumi mulai mendingin dan turun ke permukaan bumi menjadi air. Nah karena permukaan bumi masih berupa cairan panas, maka air tersebut menjadi uap lagi sementara permukaannya terdinginkan dan mulai mengeras. bayangkan magma yang disemprot air dalam jumlah banyak, lama2 kan permukaan atasnya akan mengeras (karena mendingin) sementara lapisan bawahnya tetap berupa cairan panas. Nah lapisan keras tersebut semakin lama semakin tebal dan sekarang menjadi 'permukaan tanah' tempat manusia dan makhluk hidup lainnya tinggal. Sementara air yang sebagian besar menjadi laut dan samudra, salah satunya berfungsi untuk menjaga suhu kerak bumi tetap dingin.
Posted by meimy at 3:26 AM 3 comments

PEMBENTUKAN BUMI DARI SEGI ISLAM

Adapun yang mengenai relief bumi, Qur-an hanya menyinggung
terbentuknya gunung-gunung. Sesungguhnya dari segi yang kita
bicarakan di sini, hanya sedikit yang dapat kita katakan;
yaitu ayat-ayat yang menunjukkan perhatian Tuhan kepada
manusia dalam hubungannya dengan terbentuknya bumi seperti
dalam:

Surat 71 ayat 19, 21:


Artinya: "Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai
hamparan supaya kamu menempuh jalan-jalan yang
luas di bumi itu."

Surat 51 ayat 48 :


Artinya: "Dan bumi itu Kami hamparkan, maka sebaik-baik
yang menghamparkan adalah Kami."

(Permadani) yang digelar (dihamparkan) adalah kulit bumi
yang keras yang di atasnya kita dapat hidup. Adapun
lapisanlapisan di bawah adalah sangat panas, cair dan tak
sesuai dengan kehidupan. Ayat-ayat Qur-an yang mengenai
gunung-gunung serta isyarat-isyarat tentang stabilitasnya
karena akibat fenomena lipatan adalah sangat penting.

Surat 88 ayat 19, 20:


Artinya: "Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan,
Dan bumi bagaimana ia dihamparkan."

Konteks ayat mengajak orang-orang yang tidak beragama untuk
melihat fenomena-fenomena alamiah. Ayat-ayat di bawah ini
menjelaskan lebih lanjut:

Surat 78 ayat 6, 7:


Artinya: "Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai
hamparan, dan gunung-gunung sebagai pasak."

Orang-orang yang beragama itu memakai (autad, kata jamak
dari watad) untuk menetapkan tenda di atas tanah.

Para ahli geologi modern menggambarkan lipatan tanah yang
mengambil tempat duduk di atas relief, dan yang dimensinya
berbeda-beda sampai beberapa kilometer bahkan beberapa puluh
kilometer. Daripada fenomena lipatan inilah kulit bumi dapat
menjadi stabil.

Karena hal-hal tersebut di atas kita tidak heran jika
membaca Qur-an dan mendapatkan pemikiran-pemikiran tentang
gunung-gunung seperti berikut:

Surat 79 ayat 32:


Artinya: "Dan gunung-gunung dipancangkanNya dengan teguh."

Surat 31 ayat 10:


Artinya: "Dia meletakkan gunung-gunung di (permukaan) bumi
supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu."

Kata-kata tersebut diulangi lagi dalam surat 16 ayat 15.
Idea yang sama diterangkan dengan cara yang agak berlainan
dalam surat 21 ayat 31:


Artinya: "Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung
yang kokoh supaya bumi itu (tidak) goncang bersama
mereka. "

Ayat-ayat tersebut menerangkan bahwa cara gunung-gunung itu
diletakkan adalah sangat menjamin stabilitasnya, dan hal ini
sangat sesuai dengan penemuan-penemuan geologi.
Posted by meimy at 3:23 AM 0 comments

MUKA BUMI
Susunan bumi adalah kompleks. Pada waktu ini secara kasar
sekali kita dapat mengatakan bahwa bumi itu mempunyai
lapisan dalam; temperatur disitu sangat tinggi khususnya di
bagian tengah di mana batu-batu masih cair. Adapun lapisan
atas atau kulit bumi merupakan lapisan yang keras dan
dingin. Lapisan atas itu sangat tipis, hanya setebal antara
beberapa kilometer dan beberapa puluh kilometer; sedang
poros bumi itu lebih dari 6.000 kilometer. Dengan begitu
maka kulit bumi, rata-rata tidak sampai 1/100 poros bumi.
Dalam batas 1/100 inilah fenomena-fenomena geologi terjadi.

Yang paling dasar daripada perubahan-perubahan geologi
adalah lipatan yang asalnya adalah rangkaian gunung-gunung.
Terbentuknya lipatan-lipatan itu dalam geologi dinamakan
"orogenese." Proses ini penting sekali karena setelah nampak
relief (pemunculan) yang akan membentuk gunung terjadi pula
gerakan kearah kedalam yang proporsional dengan kulit bumi
yang menjamin tempat duduknya gunung itu dalam lapisan di
bawahnya.

Sejarah tentang pembagian muka bumi menjadi tanah dan lautan
adalah hasil penyelidikan yang masih baru dan masih belum
sempurna, walaupun yang mengenai periode yang tidak sangat
kuno tetapi yang lebih banyak diketahui. Sangat boleh jadi
bahwa timbulnya lautan (hidrosfir) terjadi l/2 milliard
tahun yang lalu. Mula-mula semua benua merupakan satu
kesatuan pada "Zaman Pertama" dan kemudian terserak-serak.
Di lain pihak ada benua-benua atau bagian benua yang muncul
sebagai akibat terjadinya gunung dalam daerah laut (seperti
benua Atlantik Utara dan sebagian dari Europa -- menurut
pandangan Sains modern).

Yang mempunyai pengaruh besar dalam sejarah pembentukan bumi
adalah munculnya rangkaian gunung-gunung. Para ahli
mengelompokkan semua evolusi bumi, dari periode pertama
sampai periode keempat dengan mengambil pedoman dari tahap
orogenik (gunung-gunung) dan tahap-tahap ini sendiri
dikelompokkan dalam siklus-siklus orogenik, karena tiap-tiap
munculnya relief gunung akan mempengaruhi keseimbangan
antara lautan dan benua. Munculnya gunung-gunung telah
menghilangkan beberapa bagian bumi yang tinggi dan
menumbuhkan bagian-bagian yang baru dan telah merubah
pembagian udara laut dan udara kontinental semenjak
beratus-ratus juta tahun. Udara kontinental hanya mengambil
tempat 3/10 dari seluruh muka bumi.

Dengan cara tersebut di atas kita dapat menyimpulkan secara
sangat tidak sempurna perubahan-perubahan yang terjadi dalam
beberapa ratus juta tahun yang lalu.
Posted by meimy at 3:19 AM 0 comments

Template by : kendhin x-template.blogspot.com