Rabu, 11 Mei 2011

Pengaruh Profesionalisme Guru Terhadap Pengembangan KBK


Nama saya LA MUDI, asal muna propinsi sulawesi tenggara, dalam tulisan berikut ini saya postingkan karya ilmia saya Yang Berjudul ' Pengaruh Profesionalisme Guru Terhadap Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). berikut ini....

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Keberhasilan pendidikan ditandai dengan adanya perubahan sikap masyarakat menuju kearah kedewasaan. Oleh karena itu pendidikan harus berpedoman pada asas yang kokoh, dengan kata lain pendidikan harus mempunyai tujuan yang teratur yang berkelanjutan serta bermanfaat dalam mewujudkan pelaksanaan pendidikan. www.google.com/depdiknas2002
Upaya reformasi di bidang pendidikan dilakukan oleh pemerintah, seperti pengembangan kurikulum, kompetensi pendidik, dan tenaga kependidikan, peningkatan dan pengembangan sarana/prasarana sekolah, serta peningkatan status sekolah (SSN, SKM, dan SNBI). Semua itu muaranya bertujuan meningkatkan mutu pendidikan. Rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang dan tingkat satuan pendidikan merupakan permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah dewasa ini. Pemerintah telah berupaya meningkatkan mutu pendidikan Misalnya, dengan mengganti kurikulum mulai dari kurikulum 1994, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), sampai yang terakhir Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Bahkan, tren yang terakhir adalah meningkatkan status sekolah mulai dari Sekolah Standar Nasional (SSN), Sekolah Kategori Mandiri (SKM), sampai dengan Sekolah Nasional Bertaraf Internasional (SNBI), sayangnya upaya pemerintah tersebut malahan menimbulkan kebingungan di kalangan para pendidik sendiri. Apalagi di kalangan stakeholder (orang tua siswa dan masyarakat). Kebingungan para pendidik tentang pelaksanaan KBK yang belum genap 3 tahun, pertengahan tahun 2006 telah diluncurkan lagi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) padahal ada beberapa sekolah yang belum melaksanakan KBK secara penuh di setiap jenjang, bahkan ada sekolah yang belum melaksanakan sama sekali. Idealnya setiap tingkat satuan pendidikan (sekolah) dapat merancang kurikulumnya sendiri sesuai dengan tingkat kondisi, situasi lingkungan, dan bahkan letak geografis sekolah tersebut. Namun, untuk membuat silabus yang sesuai dengan atau dapat mengakomodasi lingkungan sekolah oleh guru tidaklah mudah. Meskipun inti dari KTSP adalah KBK. Hal ini terlihat dari kesamaan Standar Isi (SI), Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang ada pada Permen 22, 23, dan 24 Tahun 2006 yang menjadi dasar penyusunan silabus. Jadi, tidak mengherankan jika ada suatu sekolah yang hanya meng ’’copy-paste” silabus yang telah dibuat oleh sekolah lain dari kabupaten/kota yang sama di provinsi yang sama, atau bahkan dari sekolah di kabupaten/kota yang berbeda dan provinsi yang berbeda pula. Dengan kata lain, ada sekolah menengah pertama (SMP) Negeri I Kabawo masih berpatokan pada kurikulum lama.
Masa depan bangsa dikemudian hari bergantung pada pendidikan yang dikecap oleh anak-anak sekarang, terutama melalui pendidikan formal yang diterima disekolah. Jadi, yang menguasai kurikulum disini yaitu Profesionalisme guru dalam memberikan partisipasi bagi kualitas sumber daya manusia (SDM) Negara, untuk itu dapat dipahami bahwa kurikulum sebagai alat yang begitu vital bagi perkembangan sumber daya manusia (SDM) itu sendiri, haruslah disusun dan ditata sesuai dengan kebutuhan. Dapat pula dipahami bahwa usaha perkembangan kurikulum sangatlah strategis. Setiap guru harus mempunyai kemampuan dalam menerapan atau mengembangkan kurikulum yang merupakan kunci dalam pelaksanaan proses belajar mengajar di sekolah. Apa yang dicapai di sekolah, ditentukan oleh kurikulum itu sendiri. Maka dari itu profesionalisme guru adalah merupakan suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut pendidikan khusus yang tinggi dan rangkaian latihan yang intesif dan panjang (the american heritage dictionary of the english language) profesi adalah merupakan suatu pekerjaan yang mensyaratkan persiapan spesialisasi akademik dalam waktu yang relatif lama di perguruan tinggi baik dalam bidang sosial, eksakta, maupun seni dan pekerjaan itu lebih bersifat mental intelektual dari pada fisik manual, yang dalam mekanisme kerjanya dikuasai oleh kode etik. Setiap guru harus mempunyai kemampuan dalam penerapan kurikulum yang merupakan kunci utama dalam pelaksaaan proses belajar mengajar disekolah. Guru juga harus memahami seluk beluk penerapan kurikulum itu. Dalam skala mikro, guru juga sebagai pengembangan kurikulum bagi kelasnya. Masalah pendidikan yang banyak disoroti oleh masyarakat adalah mutu pendidikan yang tercermin dari hasil belajar siswa yang dinilai rendah. Hal ini disebabkan karena motifasi belejar siswa itu sendiri yang kurang ataupun penerapan/pengembangan kurikulum yang kurang begitu diperhatikan oleh sekolah.
Melihat pandangan ini, bahwa masalah pendidikan semakin banyak yang disoroti oleh masyarakat maka pada tahun ajaran baru (Juli 2004) pemerintah mengeluarkan kurikulum baru yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan pada tahun ini pula seluruh lembaga pendidikan menerapkannya secara penuh. Jadi dalam penerapan kurikulum ini seorang guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik, pengajar dan pembimbing memerlukan suatu kemampuan professional yang meliputi: Reorientasi proses pembelajaran dan penilaian hasil belajar serta kemampuan professional keguruan. Dimana proses pembelajaran tesebut merupakan kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman terhadap suatu konsep, sehingga dalam proses pembelajaran siswa merupakan sentral kegiatan, pelaku utama, guru hanya menciptakan suasana yang dapat mendorong timbulnya motivasi belajar pada siswa.
Berdasarkan gambaran tersebut, menunjukan bahwa pengamatan penulis terhadap jalannya pendidikan di SMP Negeri I Kabawo Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara, saat ini jauh dari yang diharapkan, dimana pelaksanaan proses belajar mengajar di SMP Negeri I Kabawo tersebut masih mengacu pada kurikulum yang lama yaitu kurikulum suplemen 1994, karena proses pembelajaran ataupun proses belajar mengajar di SMP Negeri 1 Kabawo guru masi menggunakan metode-metode lama yang dimana pada saat mengajar guru hanya bisa memerintahkan siswa untuk mencatat, pada hal kurikulum yang saat ini diterapkan adalah kurikulum pengembangan KBK yaitu Kurikulum Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam pengembangan kurikulum KBK ini yang seharusnya guru lebih tegas membimbing dan mendidik siswa agar siswa mampu berdaya saing dan mampu menciptakan ide-ide yang positif. Hal ini jauh dari yang diharapkan karena yang saat ini sedang dikembangkan adalah kurikulum yang baru yaitu kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Hal ini tidak lepas dari peranan guru sebagai tenaga pendidik. Dimana guru sebagai tenaga pendidik tersebut diharapkan mampu membuat perencanaan yang kongrit, bersikap kritis dan kreatif, menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun kelompok, serta dapat memberikan kontribusi positif dalam pendidikan. Maksudnya, bagaimana guru tersebut dapat menjalankan proses belajar mengajar sesuai dengan prosedur yang berlaku. Salah satu yang perlu diperhatikan adalah dengan pengembangan kurikulum KBK dimana guru dapat menguasai kurikulum yang berlaku. Jadi apabila guru tidak menguasai penerapan kurikulum tersebut maka belum bisa dikatakan professional, karena kurikulum tersebut sangat penting peranannya dalam proses belajar mengajar. Begitu juga di SMP Negeri I Kabawo Kabupaten Muna, peranan guru sebagai tenaga profesional belum nampak. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan guru yang ada dalam penguasaan dan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Hal tersebut berdampak tidak baik terhadap hasil beljar siswa, dimana dapat kita liat dalam tebel perolehan nilai akhir di SMP Negeri 1 Kabawo berikut ini:
Tabel. 1
Perolehan Nilai Akhir Jumlah Siswa Yang Mendapat Nilai Kurang Mata Pelajaran Yang Ada di SMP Negeri I Kabawo Kelas II (Dalam Presentase) Tahun 2006
No Mata Pelajaran Kelas II
1 IPS 65%
2 IPA 60%
3 AGAMA 40%
4 MATE-MATIKA 80%
5 PENJAS 40%
6 KESENIAN 35%
7 BAH-INDONESIA 45%
8 BAH-INGGRIS 75%
9 MULOK 50%
10 PPKN 55%

Berdasarkan hal tersebut, berdampak tidak baik terhadap hasil belajar siswa. Penulis beranggapan bahwa rendahnya hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kurangnya frofesionalisme guru dalam pengembangan kurikulum (KBK). Hasil belajar siswa masih rendah, proses belajar mengajar belum sepenuhnya mengikuti kurikulum KBK dan keterbatasan kemampuan guru dalam mengembangkan kreatifitas siswa terhadap pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Berdasarkan uraian dari permasalahan tersebut, maka penulis tertarik untuk mengadakan kajian melalui suatu penelitian dengan mengangkat judul: “Pengaruh Profesionalisme Guru Dalam Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Terhadap Hasil Belajar di SMP Negeri I Kabawo Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara.”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada latar belakang diidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Proses belajar mengajar yang terjadi belum sepenuhnya mengikuti kurikulum Berbasis Kompetensi
2. Hasil belajar siswa masih rendah
3. Keterbatasan kemampuan guru dalam mengembangkan kreaktifitas siswa dalam pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi.
4. Kurangnya profesionalisme guru dalam pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi
C. Pembatasan Masalah
Sehubungan dengan berbagai permasalahan, maka penulis membatasi permasalahan pada: “Kurangnya Profesionalisme Guru dalam Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)”.
D. Perumusan Masalah
Untuk memperjelas yang akan penulis teliti, maka akan dirumuskan sebagai berikut: “Seberapa Besar Pengaruh Profesionalisme Guru Dalam Pengembangan Kurikulum Di sekolah”.


E. Tujuan Penelitian
1. Tujuan teoritis.
 Penelitian ini diharapkan dapat meberikan sumbangan yang positif terhadap pengemabangan kuirkulum berbasis kompentensi.
 Dilihat dari aspek teoritis, penelitian ini kiranya dapat berguna bagi pengembangan ilmu pendidikan.
2. Tujuan paraktis.
 Hasil penelitian ini kiranya meberikan masukan bagi guru-guru dalam melaksanakan tugas mengajar.
 Hasil penelitian ini kiranya dapat meberikan masukan kepada guru untuk dapat memehami akan pengaruh daripada guru dalam mengembangakan dan menerapkan kurikulum.
 Melatih penulis dalam memecahkan masalah ilmiah.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis yaitu menambah wawasan pengetahuan bagi peneliti dalam bidang pendidikan yang lebih khususnya pada pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi dalam ruang lingkup profesonalisme guru.
2. Manfaat praktis yaitu sebagai sumbangan kepda guru-guru atau para pengajar agar suapaya lebih meningkatkan profesi guru dalam membimbing dan mendidik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Profesionalisme Guru
1. Pengertian Profesionalisme
Profesi diartikan sebagai suatu pekerjaan yang mensyaratkan persiapan spesialisasi akademik dalam waktu yang relatif lama di perguruan tinggi baik dalam bidang sosial, eksata, maupun seni dan pekerjaan itu lebih bersifat mental intelektual dari pada fisik manual, yang dalam mekanisme kerjanya dikuasai oleh kode etik.
Menurut Soejipto Dkk (2000:12) “Profesi adalah jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dan etikat khusus serta baku (standar) layanan”. Disamping istilah profesi tersebut, ada istilah-istilah yang berkaitan dengan profesi yaitu:
a. Profesinal adalah orang yang melaksanakan profesi yang berpendidikan minimal S1 dan mengikuti pendidikan profesi atau lulusan pendidikan S1 dalam bidangnya juga harus mengikuti pendidikan profesi (diklat khusus profesi ) misalnya diklat calon hakim.
b. Profesionalime adalah ide, aliran atau pendapat bahwa suatu profesi harus dilaksanakan profesional dengan mengacu kepada norma-norma profesionalisme. Misalnya dalam melaksanankan profesinya, profesional harus mengutamakan kliennya (mitra kerjanya), bukan imbalan yang diterimanya.
c. Profesionalisasi adalah suatu proses perubahan secera individual maupun kelompok atau menuju kemampuan profesional tertentu.
d. Para profesional adalah orang yang tugasnya membantu profesional pendidikan para profesional lebih rendah dari seorang profesional. Pendidikan para profesional hanya sampai pada program diploma I – III. Contoh : para medis atau perawat yang tugasnya membatu tenaga medis atau dokter.
e. Profesional spesial adalah tingkatan tertinggi dalam dunia profesional. Profesional spesial adalah mereka yang pendidikannya minimal pasca sarjana (S2) atau graduate study. Jadi berdasarkan kutipan diatas bahwa seorang profesional itu harus benar-benar profesional dan punya keahlian dan kemampuan tersendiri dan minimal S2, ini menandakan bahwa guru harus mampu membuat perencanaan pengajaran, kemampuan mengajar dan kemampuan berkomunikasi. Disamping pengertian istilah-istilah profesi diatas, juga ada beberapa para ahli yang memberikan pengertian tentang profesi.
Didi Atmadilaga (Dalam Sanusi, 1999) mengemukakan profesi adalah :
“wewenang praktek suatu kejujuran yang bersifat pelayanan kemanusiaan secara intelektual spesifik yang sangat tinggi yang didukung oleh penguasaan pengetahuan keahlian serta seperangkat sikap dan keterampilan teknik, yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan khusus, yang penyelenggaraannya dilimpahkan kepada lembaga pendidikan tinggi yang bersama memberikan ijin praktek atau penolakan praktek dan kelayakan praktek yang dilindungi oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang diawasi langsung oleh pemerinta asosiasi profesi yang bersangkutan”.
Walter Johnson (A. Sanusi, 1999:17) mengartikan profesional (profesionalis) sebagai: “seseorang yang menampilkan suatu tugas khusus yang mempunyai tingkat kesulitan lebih dari bisa dan mempersyaratkan waktu persiapan pendidikan cukup lama untuk menghasilkan pencapaian kemampuan, keterampilan dan pengetahuan yang berkadar tinggi. Seorang dikatakan profesional apabila menunjukan standar untuk kerja yang baku dan jelas, memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh lewat lembaga pendidikan yang memiliki standar akademik, organisasi profesi yang jelas dan memadai, kode etik yang mengatur keprofesiannya serta imbalan jasa terhadap jasanya.
Adapun ciri-ciri utama itu sendiri menurut Sanusi et. Al (dalam profesi keguruan 1999:17):
a. Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikasi sosial yang menentukan (Crusial).
b. Jabatan yang menuntut ketrampilan/keahlian tertentu.
c. Keterampilan/keahlian yang dituntut jabatan itu dapat melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
d. Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas, sistematik dan eksplisit yang bukan hanya sekedar khalayak umum.
e. Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yang cukup lama.
f. Proses pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dari sosialisasi nilai-nilai itu sendiri.
g. Dalam memberikan layana kepada masyarakat anggota prosfesi itu berpegang teguh pada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi.
h. Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement terhadap permasalahan profesi yang dihadapinya.
i. Dalam prakteknya melayani masyarakat, anggota profesi otonom dan bebas campur tangan orang luar.
j. Jabatan ini mempunyai profesi yang tinggi dalam masyarakat, dan oleh karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan guru kurang profesional dalam memangku jabatannya. Pertama, faktor internal biologis. Guru manusia yang juga butuh kesehatan dan nutrisi seimbang melalui pola makan yang sehat agar bisa produktif. Sesuai anjuran para ahli, pola makan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Bisa disimpulkan, bagaimana mungkin para guru bisa sehat (produktif dan profesional), kalau hanya sekali makan telur atau lauk Kedua faktor internal psikologis. Di samping punya tanggung jawab terhadap anak didik dan lembaga pendidikan, guru juga punya tanggung jawab terhadap keluarga (anak, suami/istri). Dengan penghasilan minim, ia akan mengalami ketidakpastian kesejahteraan hidup diri dan keluarganya. Sehingga satu per satu akan muncul kebutuhan atau dorongan lain. Keadaan munculnya dua kebutuhan atau lebih saat bersamaan, akan menimbulkan konflik. Kurt Lewin (1890-1947) membedakan tiga macam konflik. Konflik yang dialami para guru adalah konflik approach, yakni jika dua kebutuhan atau lebih muncul secara bersamaan dan keduanya mempunyai nilai positif bagi individu. Ketiga, faktor eksternal psikologi. Gaji yang minim, penunjang profesionalitas juga minim. Kalau gaji minim tapi tanggung jawab berat, guru akan merasa tidak dihargai. Ada suatu kisah seorang guru di Jakarta yang harus mengajar anak-anak orang kaya. Murid-murid yang diajarnya sudah bisa komputer, internet, bahasa Inggris, dan berwawasan luas, disebabkanorang tuanya langganan koran. Akibatnya, sang guru merasa minder. (Uspendi, 2007).
2. Syarat-Syarat Profesi Keguruan
Syarat-syarat profesi khusus untuk jabatan Guru, Menurut National Education Association (NEA; 1948:56) menyarankan kriteria berikut :
1. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
2. Jabatan yang mengeluti suatau batang tubuh ilmu yang khusus.
3. Jabatan yang memerlukan persiapan profesioanl yang lama (bandingkan dengan pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka).
4. Jabatan yang memerlukan “latihan dalam jabatan” yang berkesinambungan.
5. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen
6 Jabatan yang menetukan baku (standarnya) sendiri.
7. Jabatan yang lebih mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi.
8. Jabatan yang mempunyai organisasi profesioanal yang kuat dan terjalin.
Melihat kutipan di atas, jelas sekali bahwa jabatan guru memenuhi kriteria ini, karena mengajar melibatkan upaya-upaya yang sifatnya sangat didominasi kegiatan intelektual. Malahan lebih lanjut dapat diamati bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan anggota profesi ini adalah dasar bagi persiapan dari semua kegiatan profesional lainya, ini menandakan bahwa semua jabatan mempunyai monopoli pengetahuan yang memisahkan anggota mereka dari orang orang awam dan memungkinkan mereka mengadakan pengawasan tentang jabatannya. Anggota-anggota suatu profesi menguasai bidang ilmu yang membangun keahlian mereka dan melindungi masyarakat dari penyalahgunaan, amatiran yang tidak terdidik dan kelompok tertentu yang ingin mencari keuntungan, terdapat berbagai pendapat tentang apakah mengajar memenuhi persyaratan tersebut. Mereka yang bergerak dibidang pendidikan menyatakan bahwa mengajar telah mengembangkan secara jelas bidang khusus yang sangat penting dalam mempersiapkan guru yang berwenang. Oleh sebab itu mengajar seringkali disebut sebagai ibu dari segala profesi (Stinnett dan Huggett, 1963).
1. Profesionalisme Tenaga Guru
Yang dimaksud profesionalisme guru yakni tugas dan fungsi guru harus bisa mengajar sekaligus mendidik. Sebab, selama ini guru hanya mengarahkan siswa mengapa bodoh, padahal ia sendiri tak pernah menjalankan teori pedagogik yakni mendidik bagaimana membuat siswa tahu, menguasai, juga terampil dan memiliki sikap baik.
http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2004/12/13/b22.htm Diakses Tanggal 14 November 2007
Didalam pembentukan manusia seutuhnya guru memegang peranan penting, dimana guru dalam peranannya sebagai pendidik/pengajar, dalam hal itu mendidik/mengajar manusia menjadi manusia berilmu dan berakhlak. Peranan guru di Indonesia ada saatnya memiliki wibawa yang besar karena pekerjaannya dikaitkan dengan kemampuannya disamping tidak ada kepeduliah guru terhadap balas jasa atau imbalan terhadap pekerjaannya. Kemampuan profesional guru, pada dasarnya kemampuan yang harus dimiliki dan dikuasai setiap guru dalam mewujudkan seluruh tugas-tugasnya secara memadai dan mantap. Menjadi guru bukan sebuah proses yang yang hanya dapat dilalui, diselesaikan, dan ditentukan melalui uji kompetensi dan sertifikasi. Karena menjadi guru menyangkut perkara hati, mengajar adalah profesi hati. Hati harus banyak berperan atau lebih daripada budi. Oleh karena itu, pengolahan hati harus mendapatkan perhatian yang cukup, yaitu pemurnian hati atau motivasi untuk menjadi guru. (Baskoro Poedjinoegroho E 2006).
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0601/05/opini/2341110.htm Diakses Tanggal 14 November 2007
Sanusi Achmad, 1999 : 19, mengemukakan kemampuan profesional guru meliputi : 1). Penguasaan materi pelajaran yang terdiri atas penguasaan bahan yang harus diajarkan dan konsep-konsep dasar keilmuan dari bahan yang diajarkan itu. 2). Penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan. 3).Penguasaan proses-proses pendidikan dan pembelajaran siswa
Secara garis besar profesionalisme guru diklasifikasikan dalam tiga kategori, yakni membuat rencana pengajaran, kemampuan mengajar dalam kelas, dan kemampuan mengadakan hubungan antar pribadi (Depdikbud, 1991 : 42).
1. Kemanpuan membuat rencana pengajaran meliputi beberapa indikator, seperti: merencanakan pengorganisasian suatu pengajaran, merencanakan pengelolaan kegiatan belajar, merencanakan kegiatan pengelolaan kelas, merencanakan pengembangan media, serta sumber pengajaran dan merencanakan penilaian prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran.
2. Kemampuan mengajar ditandai dengan indikator, seperti: menggunakan media dan bahan latihan yang sesuai dengan tujuan pengajaran berkomunikasi dengan siswa mendemonstrasikan khasana metode mengajar, mendorong dan menggalakan ketertiban siswa dalam pengajaran, mendemonstrasikan mata pelajaran dan rekreasinya, mengorganir waktu, ruang, bahan perlengkapan pelajaran, dan melaksanakan evaluasi pencapaian siswa dalam proses belajar mengajar.
3. Kemampuan mengadakan hubungan antara pribadi ditandai oleh indikator, seperti: membantu mengembangakan sikap positif pada diri siswa, bersifat terbuka dan luwes terhadap siswa dan orang lain, menampilkan kegairahan dan kesungguhan dalam kegiatan belajar mengajar.
Guru sebagai petugas profesional perkiraannya mengetahui apa yang dijadikan tolak ukur kerja yang profesional yang merujuk pada kemampuan dasar.
Kemampuan dasar guru dapat dikelompokkan pada:
1. Kemampuan menguasai bahan
2. Kemampuan mengelola program mengajar
3. Kemampuan mengelola kelas
4. Kemauan menggunakan media/sumber
5. Kemampuan menguasai landasan kependidikan
6. Kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar
7. Kemampuan menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran
8. Kemampuan mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan
9. Mengenal dan menyelenggarakan administrsi
10. Kemampuan memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.
Dari uriaian kemampuan profesional guru tersebut dapat dilihat bahwa guru dituntut untuk berusaha memiliki seperangkat pengetahuan dan ketrampilan dalam melaksanakan tugas-tugasnya secara profesional sehingga guru dapat diharapkan bertumbuh secara pribadi dalam jabatannya.
Dalam usaha peningkatan dan pengembangan mutu profesi dapat dilakukan secara perseorangan ataupun bersama. Lamanya program itupun beragam sesuai dengan yang diperlukan secara perseorangan peningkatan mutu profesi seorang guru dapat dilakukan baik secara formal maupun secara informal. Peningkatan secara formal merupakan peningkatan mutu melalui pendidikan dalam berbagai kursus, sekolah maupun kuliah di perguruan tinggi atau lembaga lain yang berhubungan dengan bidang profesinya. Disamping itu secara informal guru juga dapat meningkatkan profesinya dengan cara mendapatkan informasi dari media masa (surat kabar, majalah, radio, televisi dan lain-lain), atau buku-buku yang sesuai dengan bidang profesi yang bersangkutan.
Peningkatan mutu profesi keguruan dapat juga direncanakan dan dilakukan secara bersama atau kelompok. Kegiatan berkelompok ini dapat berupa penataran, lokakarya, atau bahkan kuliah disuatu lembaga pendidikan yang diartur secara tersendiri, misalnya program penyetaraan. Usaha pengembangan profesi ini bisa timbul dari dua sisi, yaitu :
1. Segi eksternal yaitu pimpinan yang mendorong guru untuk mengikuti penataran atau kegiatan akademik, atau lembaga-lembaga pendiidkan yang memberikan kesempatan kepada guru untuk belajar lagi, dilihat dari segi lembaga usaha seperti ini disebut inservice education (Olivia, 1991; 350).
2. Segi internal yaitu guru dapat berusaha belajar sendiri untuk bertumbuh dalam jabatan (Harris dalam Olivia, 1999; 350), profesionalisme melalui belajarterus menerus itu merupakan peluang program untuk meningkatkan mereka yang ingin mengembangakan profesi itu disebut in-service program.
Dalam kiatan dengan usaha profesionalisme jabatan guru ini perlu dikembangakn usaha pemeliharaan dan perawatan profesi guru (maintenace and repair), dengan cara demikian guru akan lebih efektif dan efisien melaksanakan tugas profesi.
B. Pengembangan Kurikulum
1. Pengertian Kurikulum
Istilah “kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar
dalam bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dengan dewasa ini
Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin, yakni “Curriculae “ ,artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Pada waktu itu, ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah .dalam hal ini, ijazah
pada hakekatnya merupakan bukti, bahwa siswa telah menempuh kurikulum yang berupa
rencana pelajaran, sebagaimana seorang pelari telah menempuh suatu jarak antara satu tempat ketempat lainnya dan akhirnya mencapai finis.
Dengan adanya perkembangan zaman, menuntut kurikulum baru dan sering juga pengertian baru mengenai kurikulum itu sendiri. J.Galen Saylor dan William M.Alexander dalam buku Curriculum Planning for Better Teaching and Learning (1956) menjelaskan arti kurikulum merupakan segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruang kelas, dihalaman sekolah atau diluar sekolah termasuk kurikulum. Kurikulum meliputi juga apa yang disebut kegiatan ekstra-kurikuler.
Dengan adanya presepsi yang berbeda dari masyarakat dalam hal ini kalangan pendidikan, menimbulkan macam–macam pendapat mengenai kurikulum. Edward A. Krung dalam The Secondaey School Curriculum (1960).
Kurikulum dilihatnya sebagai cara-cara dan usaha untuk mencapai tujuan persekkolahan. Maka dari itu Keung membatasi kurikulum kepada:
1. pengajaran didalam kelas
2. kegiatan-kegiatan tertentu diluar pengajaran itu.
Beberapa konsepsi lainnya tentang kurikulum dikemukakan sebagai berikut:
1. kurikulum memuat isi dan materi pangajaran
2. kurikulum sebagai rencana pembelajaran
3. kurikulum sebagai rencana belajar
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang dugunakan sebagia pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Isi kurikulum merupakan susunan bahan kajian dan pendididikan yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional. Barangkali akan lebih jeles bila digambarkan sebagai berikut:












Bagan Isi Dari Kurikulum

2. Kurikulum Berbasis Kompetensi
a. Pengertian Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kurikulum berbasis kompetensi merupakan seperangkat rencana dan pengetahuan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah. Kurikulum berbasis kompetensi beroerientasi pada:
1. hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna
2. keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya
3. Ciri-Ciri Kurikulum Berbasis Kompetensi
 menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa
 berorientasi pada hasil belajar siswa
 penyampaian dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi
 pemberdayaan sumber daya pendidikan.
4. Prinsip-Prinsip Kurikulum Berbasis Kompetensi
a. Keimanan, nilai, dan budi pekerti luhur
b. Penguatan integrutas nasional
c. Keseimbangan etika, estetika, dan kinesrerika
d. Kesamaan memperoleh kesempatan
e. Abad pengetahuan dan teknologi informasi
f. Pembangunan keterampilan hidup
g. Belajar sepanjang hayat
h. Berpusat pada siswa dengan penilaian yang berkelanjutan dan komperehensif
i. Pendekatan menyeluruh dan kemitraan.
5. Komponen Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kerangka dasar kurikulum berbasis kompotensi terdiri atas lima komponen yaitu;
• kurikulum berbasis kompotensi
• kurikulum dan hasil belajar
• penilaian berbasis kelas
• kegiatan belajar mengajar
• pengelolaan kurikulum
6. Implikasi Kurikulum Berbasis Kompetensi terhadap pembelajaran di kelas
Hakekat belajar mengajar di ddalam kelas dan hakekat penilaian kelas akan berubah karena tujuan dasar progaram pembelajaran adalah untuk mendapatkan hasil-hasil yang baik pada akhir semester, akhir tahun dan akhir ujian akhir Sedangkan tujuan program pembelajaran sekarang adalah mengembangkan kompetensi-kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum sepanjang waktu persekolahan.
C. Profesionalisme Guru Dalam Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi
Guru sebagai pengembang dan yaang mengembangkan kurikulum sangat penting peranannya. Guru sebagai pendidik mampu untuk melaksanakan dan mengajak siswa untuk mengerti dan memahami kurikulum yang dipakai. Dalam hal ini kurikulum yang digunakan adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam pelaksanaan kurikulum, ada beberapa hal yang harus di perhatikan guru yaitu;
a. menguasai bahan pelajaran
b. mengelola/merencanakan program proses belajar mengajar
c. menilai kemajuan proses belajar mengajar.
Dalam implementasi pengembangan kurikulum berbasis kompetensi , kualitas guru dapat di tijau dari dua segi yaitu;
1. Segi Proses, guru dukatakan berhasil apabila mampu melibatkan sebagian besar pendidik secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam pembelajaran. Disamping itu dapat dilihat dari semangat dan gairah mengajarnya, serta adanya percaya diri.
2. Segi Hasil, guru dukatakan berhasil apabila pelajaran yang diberikan mampu mengbah perilaku pada sebagian besar peserta didik kearan yang lebih baik.
Salah satu hal yang perlu dipahami guru untuk mengefektifan pengembangan kurikulum KBK di sekolah adalah bahwa semua peserta didik dilahirkan dengan rasa ingin tahu yang tak pernah terpuaskan dan mereka mempunyai potensi untuk memenuhi rasa ingin tahunya. Oleh karena itu tugas guru yang paling utama adalah bagaiman mengkondisikan lingkungan belajar yang menyenangkan, agar dapat membangkitkan rasa ingin tahu sehingga tumbuh minat dan nafsunya untuk belajar. ( Mulyassa 2003 ; 187 ).
Kemampuan merencanakan program belajar mengajar merupakan muara dari segala pengetahuan teori, keterampilan dasar, dan pemahaman yang mendalam tentang objek belajar dan situasi pengajaran. Makna atau arti dari pada perencanaan/program belajar mengajar tidak lain adalah suatu proyeksi pikiran guru mengenai kegiatan yang harus di lakukan oleh siswa selama pengejaran itu berlangsung. Dalam kegiatan tersebut secara terperinci harus jels kemana siswa akan dibawa (tujuan), apa yang harus dipelajari (isi bahan pelajaran), bagaimana cara siswa mempelajarinya (metode dan teknik), dab bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapainya.
Melaksanakan/mengelola kurikulum pendidikan adalah merupakan tahap pelaksanaan program yang telah ditetapkan. Dalam proses pelakasanaan proses belajar mengajar, kemampuan yang dituntut adalah keaktifan guru dalam menciptakan dan membutuhkan siswa belajar sesuai dengan kurikulum pembelajaran. Guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat apakah kegiatan belajar mengajar dihentikan, ataukan diubah metodenya, apakah mengulang dulu pelajaran yang lalu atau mengajak siswa untuk berkompetensi sesuai dengan kurikulum yang berlaku saat ini.
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0601/06/opini/2341110.htm
Dikemukakan oleh Peters, bahwa proses dan hasil belajar siswa bergantung pada pengasaan mata pelajaran, guru, dan keterampilan mengajarnya. Atau lebih jelasnya penguasaan akan kurikulum. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru sebagai pengajar agar supaya mencapai pengajaran sesuai dengan kurikulum;
 Guru harus berusaha membangkitkan motifasi pada diri anak
 Guru hendak membuat struktur pengajaran yang sistematis
 Guru harus dapat memahami dan menghormati siswa
 Guru harus percaya pada anak bahwa anak mempunyai potensi untuk berkembang
 Menyesuaikan bahan dan metode dengan kesanggupan anak didik
 Guru membuat perencanaan dan persiapan yang matang sebelum belajar
 Guru dapat memanfaatkan media pengajaran yang sesuai dengan tujuan instruksional yang telah ditetapkan.
D. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
1. Pengertian Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan
2. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Kurikulum tingkat satuan pendidikan sebagai perwujudan dari kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah berpedoman pada Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP. Penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
3. Komponen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
• meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut
• meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut
• meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
E. Kerangka Berpikir
Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, harus dimulai dari peningkatan mutu tenaga pengajar, termaksud didalamnya penguasaan akan kurikulum yang berlaku. Bagaimana kurikulum tersebut dikembangkan dan diterapkan sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam hal ini, pelaksanaan kurikulum lebih menekankan pada kemampuan guru dalam memahami kurikulum keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar dan hasil yang dicapainya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Profesionalisme Guru
1. Pengertian Profesionalisme
Profesi diartikan sebagai suatu pekerjaan yang mensyaratkan persiapan spesialisasi akademik dalam waktu yang relatif lama di perguruan tinggi baik dalam bidang sosial, eksata, maupun seni dan pekerjaan itu lebih bersifat mental intelektual dari pada fisik manual, yang dalam mekanisme kerjanya dikuasai oleh kode etik.
Menurut Soejipto Dkk (2000:12) “Profesi adalah jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dan etikat khusus serta baku (standar) layanan”. Disamping istilah profesi tersebut, ada istilah-istilah yang berkaitan dengan profesi yaitu:
a. Profesinal adalah orang yang melaksanakan profesi yang berpendidikan minimal S1 dan mengikuti pendidikan profesi atau lulusan pendidikan S1 dalam bidangnya juga harus mengikuti pendidikan profesi (diklat khusus profesi ) misalnya diklat calon hakim.
b. Profesionalime adalah ide, aliran atau pendapat bahwa suatu profesi harus dilaksanakan profesional dengan mengacu kepada norma-norma profesionalisme. Misalnya dalam melaksanankan profesinya, profesional harus mengutamakan kliennya (mitra kerjanya), bukan imbalan yang diterimanya.
c. Profesionalisasi adalah suatu proses perubahan secera individual maupun kelompok atau menuju kemampuan profesional tertentu.
d. Para profesional adalah orang yang tugasnya membantu profesional pendidikan para profesional lebih rendah dari seorang profesional. Pendidikan para profesional hanya sampai pada program diploma I – III. Contoh : para medis atau perawat yang tugasnya membatu tenaga medis atau dokter.
e. Profesional spesial adalah tingkatan tertinggi dalam dunia profesional. Profesional spesial adalah mereka yang pendidikannya minimal pasca sarjana (S2) atau graduate study. Jadi berdasarkan kutipan diatas bahwa seorang profesional itu harus benar-benar profesional dan punya keahlian dan kemampuan tersendiri dan minimal S2, ini menandakan bahwa guru harus mampu membuat perencanaan pengajaran, kemampuan mengajar dan kemampuan berkomunikasi. Disamping pengertian istilah-istilah profesi diatas, juga ada beberapa para ahli yang memberikan pengertian tentang profesi.
Didi Atmadilaga (Dalam Sanusi, 1999) mengemukakan profesi adalah :
“wewenang praktek suatu kejujuran yang bersifat pelayanan kemanusiaan secara intelektual spesifik yang sangat tinggi yang didukung oleh penguasaan pengetahuan keahlian serta seperangkat sikap dan keterampilan teknik, yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan khusus, yang penyelenggaraannya dilimpahkan kepada lembaga pendidikan tinggi yang bersama memberikan ijin praktek atau penolakan praktek dan kelayakan praktek yang dilindungi oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang diawasi langsung oleh pemerinta asosiasi profesi yang bersangkutan”.
Walter Johnson (A. Sanusi, 1999:17) mengartikan profesional (profesionalis) sebagai: “seseorang yang menampilkan suatu tugas khusus yang mempunyai tingkat kesulitan lebih dari bisa dan mempersyaratkan waktu persiapan pendidikan cukup lama untuk menghasilkan pencapaian kemampuan, keterampilan dan pengetahuan yang berkadar tinggi. Seorang dikatakan profesional apabila menunjukan standar untuk kerja yang baku dan jelas, memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh lewat lembaga pendidikan yang memiliki standar akademik, organisasi profesi yang jelas dan memadai, kode etik yang mengatur keprofesiannya serta imbalan jasa terhadap jasanya.
Adapun ciri-ciri utama itu sendiri menurut Sanusi et. Al (dalam profesi keguruan 1999:17):
a. Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikasi sosial yang menentukan (Crusial).
b. Jabatan yang menuntut ketrampilan/keahlian tertentu.
c. Keterampilan/keahlian yang dituntut jabatan itu dapat melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
d. Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas, sistematik dan eksplisit yang bukan hanya sekedar khalayak umum.
e. Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yang cukup lama.
f. Proses pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dari sosialisasi nilai-nilai itu sendiri.
g. Dalam memberikan layana kepada masyarakat anggota prosfesi itu berpegang teguh pada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi.
h. Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement terhadap permasalahan profesi yang dihadapinya.
i. Dalam prakteknya melayani masyarakat, anggota profesi otonom dan bebas campur tangan orang luar.
j. Jabatan ini mempunyai profesi yang tinggi dalam masyarakat, dan oleh karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan guru kurang profesional dalam memangku jabatannya. Pertama, faktor internal biologis. Guru manusia yang juga butuh kesehatan dan nutrisi seimbang melalui pola makan yang sehat agar bisa produktif. Sesuai anjuran para ahli, pola makan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Bisa disimpulkan, bagaimana mungkin para guru bisa sehat (produktif dan profesional), kalau hanya sekali makan telur atau lauk Kedua faktor internal psikologis. Di samping punya tanggung jawab terhadap anak didik dan lembaga pendidikan, guru juga punya tanggung jawab terhadap keluarga (anak, suami/istri). Dengan penghasilan minim, ia akan mengalami ketidakpastian kesejahteraan hidup diri dan keluarganya. Sehingga satu per satu akan muncul kebutuhan atau dorongan lain. Keadaan munculnya dua kebutuhan atau lebih saat bersamaan, akan menimbulkan konflik. Kurt Lewin (1890-1947) membedakan tiga macam konflik. Konflik yang dialami para guru adalah konflik approach, yakni jika dua kebutuhan atau lebih muncul secara bersamaan dan keduanya mempunyai nilai positif bagi individu. Ketiga, faktor eksternal psikologi. Gaji yang minim, penunjang profesionalitas juga minim. Kalau gaji minim tapi tanggung jawab berat, guru akan merasa tidak dihargai. Ada suatu kisah seorang guru di Jakarta yang harus mengajar anak-anak orang kaya. Murid-murid yang diajarnya sudah bisa komputer, internet, bahasa Inggris, dan berwawasan luas, disebabkanorang tuanya langganan koran. Akibatnya, sang guru merasa minder. (Uspendi, 2007).
2. Syarat-Syarat Profesi Keguruan
Syarat-syarat profesi khusus untuk jabatan Guru, Menurut National Education Association (NEA; 1948:56) menyarankan kriteria berikut :
1. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
2. Jabatan yang mengeluti suatau batang tubuh ilmu yang khusus.
3. Jabatan yang memerlukan persiapan profesioanl yang lama (bandingkan dengan pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka).
4. Jabatan yang memerlukan “latihan dalam jabatan” yang berkesinambungan.
5. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen
6 Jabatan yang menetukan baku (standarnya) sendiri.
7. Jabatan yang lebih mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi.
8. Jabatan yang mempunyai organisasi profesioanal yang kuat dan terjalin.
Melihat kutipan di atas, jelas sekali bahwa jabatan guru memenuhi kriteria ini, karena mengajar melibatkan upaya-upaya yang sifatnya sangat didominasi kegiatan intelektual. Malahan lebih lanjut dapat diamati bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan anggota profesi ini adalah dasar bagi persiapan dari semua kegiatan profesional lainya, ini menandakan bahwa semua jabatan mempunyai monopoli pengetahuan yang memisahkan anggota mereka dari orang orang awam dan memungkinkan mereka mengadakan pengawasan tentang jabatannya. Anggota-anggota suatu profesi menguasai bidang ilmu yang membangun keahlian mereka dan melindungi masyarakat dari penyalahgunaan, amatiran yang tidak terdidik dan kelompok tertentu yang ingin mencari keuntungan, terdapat berbagai pendapat tentang apakah mengajar memenuhi persyaratan tersebut. Mereka yang bergerak dibidang pendidikan menyatakan bahwa mengajar telah mengembangkan secara jelas bidang khusus yang sangat penting dalam mempersiapkan guru yang berwenang. Oleh sebab itu mengajar seringkali disebut sebagai ibu dari segala profesi (Stinnett dan Huggett, 1963).
1. Profesionalisme Tenaga Guru
Yang dimaksud profesionalisme guru yakni tugas dan fungsi guru harus bisa mengajar sekaligus mendidik. Sebab, selama ini guru hanya mengarahkan siswa mengapa bodoh, padahal ia sendiri tak pernah menjalankan teori pedagogik yakni mendidik bagaimana membuat siswa tahu, menguasai, juga terampil dan memiliki sikap baik.
http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2004/12/13/b22.htm Diakses Tanggal 14 November 2007
Didalam pembentukan manusia seutuhnya guru memegang peranan penting, dimana guru dalam peranannya sebagai pendidik/pengajar, dalam hal itu mendidik/mengajar manusia menjadi manusia berilmu dan berakhlak. Peranan guru di Indonesia ada saatnya memiliki wibawa yang besar karena pekerjaannya dikaitkan dengan kemampuannya disamping tidak ada kepeduliah guru terhadap balas jasa atau imbalan terhadap pekerjaannya. Kemampuan profesional guru, pada dasarnya kemampuan yang harus dimiliki dan dikuasai setiap guru dalam mewujudkan seluruh tugas-tugasnya secara memadai dan mantap. Menjadi guru bukan sebuah proses yang yang hanya dapat dilalui, diselesaikan, dan ditentukan melalui uji kompetensi dan sertifikasi. Karena menjadi guru menyangkut perkara hati, mengajar adalah profesi hati. Hati harus banyak berperan atau lebih daripada budi. Oleh karena itu, pengolahan hati harus mendapatkan perhatian yang cukup, yaitu pemurnian hati atau motivasi untuk menjadi guru. (Baskoro Poedjinoegroho E 2006).
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0601/05/opini/2341110.htm Diakses Tanggal 14 November 2007
Sanusi Achmad, 1999 : 19, mengemukakan kemampuan profesional guru meliputi : 1). Penguasaan materi pelajaran yang terdiri atas penguasaan bahan yang harus diajarkan dan konsep-konsep dasar keilmuan dari bahan yang diajarkan itu. 2). Penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan. 3).Penguasaan proses-proses pendidikan dan pembelajaran siswa
Secara garis besar profesionalisme guru diklasifikasikan dalam tiga kategori, yakni membuat rencana pengajaran, kemampuan mengajar dalam kelas, dan kemampuan mengadakan hubungan antar pribadi (Depdikbud, 1991 : 42).
1. Kemanpuan membuat rencana pengajaran meliputi beberapa indikator, seperti: merencanakan pengorganisasian suatu pengajaran, merencanakan pengelolaan kegiatan belajar, merencanakan kegiatan pengelolaan kelas, merencanakan pengembangan media, serta sumber pengajaran dan merencanakan penilaian prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran.
2. Kemampuan mengajar ditandai dengan indikator, seperti: menggunakan media dan bahan latihan yang sesuai dengan tujuan pengajaran berkomunikasi dengan siswa mendemonstrasikan khasana metode mengajar, mendorong dan menggalakan ketertiban siswa dalam pengajaran, mendemonstrasikan mata pelajaran dan rekreasinya, mengorganir waktu, ruang, bahan perlengkapan pelajaran, dan melaksanakan evaluasi pencapaian siswa dalam proses belajar mengajar.
3. Kemampuan mengadakan hubungan antara pribadi ditandai oleh indikator, seperti: membantu mengembangakan sikap positif pada diri siswa, bersifat terbuka dan luwes terhadap siswa dan orang lain, menampilkan kegairahan dan kesungguhan dalam kegiatan belajar mengajar.
Guru sebagai petugas profesional perkiraannya mengetahui apa yang dijadikan tolak ukur kerja yang profesional yang merujuk pada kemampuan dasar.
Kemampuan dasar guru dapat dikelompokkan pada:
1. Kemampuan menguasai bahan
2. Kemampuan mengelola program mengajar
3. Kemampuan mengelola kelas
4. Kemauan menggunakan media/sumber
5. Kemampuan menguasai landasan kependidikan
6. Kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar
7. Kemampuan menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran
8. Kemampuan mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan
9. Mengenal dan menyelenggarakan administrsi
10. Kemampuan memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.
Dari uriaian kemampuan profesional guru tersebut dapat dilihat bahwa guru dituntut untuk berusaha memiliki seperangkat pengetahuan dan ketrampilan dalam melaksanakan tugas-tugasnya secara profesional sehingga guru dapat diharapkan bertumbuh secara pribadi dalam jabatannya.
Dalam usaha peningkatan dan pengembangan mutu profesi dapat dilakukan secara perseorangan ataupun bersama. Lamanya program itupun beragam sesuai dengan yang diperlukan secara perseorangan peningkatan mutu profesi seorang guru dapat dilakukan baik secara formal maupun secara informal. Peningkatan secara formal merupakan peningkatan mutu melalui pendidikan dalam berbagai kursus, sekolah maupun kuliah di perguruan tinggi atau lembaga lain yang berhubungan dengan bidang profesinya. Disamping itu secara informal guru juga dapat meningkatkan profesinya dengan cara mendapatkan informasi dari media masa (surat kabar, majalah, radio, televisi dan lain-lain), atau buku-buku yang sesuai dengan bidang profesi yang bersangkutan.
Peningkatan mutu profesi keguruan dapat juga direncanakan dan dilakukan secara bersama atau kelompok. Kegiatan berkelompok ini dapat berupa penataran, lokakarya, atau bahkan kuliah disuatu lembaga pendidikan yang diartur secara tersendiri, misalnya program penyetaraan. Usaha pengembangan profesi ini bisa timbul dari dua sisi, yaitu :
1. Segi eksternal yaitu pimpinan yang mendorong guru untuk mengikuti penataran atau kegiatan akademik, atau lembaga-lembaga pendiidkan yang memberikan kesempatan kepada guru untuk belajar lagi, dilihat dari segi lembaga usaha seperti ini disebut inservice education (Olivia, 1991; 350).
2. Segi internal yaitu guru dapat berusaha belajar sendiri untuk bertumbuh dalam jabatan (Harris dalam Olivia, 1999; 350), profesionalisme melalui belajarterus menerus itu merupakan peluang program untuk meningkatkan mereka yang ingin mengembangakan profesi itu disebut in-service program.
Dalam kiatan dengan usaha profesionalisme jabatan guru ini perlu dikembangakn usaha pemeliharaan dan perawatan profesi guru (maintenace and repair), dengan cara demikian guru akan lebih efektif dan efisien melaksanakan tugas profesi.
B. Pengembangan Kurikulum
1. Pengertian Kurikulum
Istilah “kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar
dalam bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dengan dewasa ini
Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin, yakni “Curriculae “ ,artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Pada waktu itu, ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah .dalam hal ini, ijazah
pada hakekatnya merupakan bukti, bahwa siswa telah menempuh kurikulum yang berupa
rencana pelajaran, sebagaimana seorang pelari telah menempuh suatu jarak antara satu tempat ketempat lainnya dan akhirnya mencapai finis.
Dengan adanya perkembangan zaman, menuntut kurikulum baru dan sering juga pengertian baru mengenai kurikulum itu sendiri. J.Galen Saylor dan William M.Alexander dalam buku Curriculum Planning for Better Teaching and Learning (1956) menjelaskan arti kurikulum merupakan segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruang kelas, dihalaman sekolah atau diluar sekolah termasuk kurikulum. Kurikulum meliputi juga apa yang disebut kegiatan ekstra-kurikuler.
Dengan adanya presepsi yang berbeda dari masyarakat dalam hal ini kalangan pendidikan, menimbulkan macam–macam pendapat mengenai kurikulum. Edward A. Krung dalam The Secondaey School Curriculum (1960).
Kurikulum dilihatnya sebagai cara-cara dan usaha untuk mencapai tujuan persekkolahan. Maka dari itu Keung membatasi kurikulum kepada:
1. pengajaran didalam kelas
2. kegiatan-kegiatan tertentu diluar pengajaran itu.
Beberapa konsepsi lainnya tentang kurikulum dikemukakan sebagai berikut:
1. kurikulum memuat isi dan materi pangajaran
2. kurikulum sebagai rencana pembelajaran
3. kurikulum sebagai rencana belajar
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang dugunakan sebagia pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Isi kurikulum merupakan susunan bahan kajian dan pendididikan yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional. Barangkali akan lebih jeles bila digambarkan sebagai berikut:












Bagan Isi Dari Kurikulum

2. Kurikulum Berbasis Kompetensi
a. Pengertian Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kurikulum berbasis kompetensi merupakan seperangkat rencana dan pengetahuan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah. Kurikulum berbasis kompetensi beroerientasi pada:
1. hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna
2. keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya
3. Ciri-Ciri Kurikulum Berbasis Kompetensi
 menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa
 berorientasi pada hasil belajar siswa
 penyampaian dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi
 pemberdayaan sumber daya pendidikan.
4. Prinsip-Prinsip Kurikulum Berbasis Kompetensi
a. Keimanan, nilai, dan budi pekerti luhur
b. Penguatan integrutas nasional
c. Keseimbangan etika, estetika, dan kinesrerika
d. Kesamaan memperoleh kesempatan
e. Abad pengetahuan dan teknologi informasi
f. Pembangunan keterampilan hidup
g. Belajar sepanjang hayat
h. Berpusat pada siswa dengan penilaian yang berkelanjutan dan komperehensif
i. Pendekatan menyeluruh dan kemitraan.
5. Komponen Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kerangka dasar kurikulum berbasis kompotensi terdiri atas lima komponen yaitu;
• kurikulum berbasis kompotensi
• kurikulum dan hasil belajar
• penilaian berbasis kelas
• kegiatan belajar mengajar
• pengelolaan kurikulum
6. Implikasi Kurikulum Berbasis Kompetensi terhadap pembelajaran di kelas
Hakekat belajar mengajar di ddalam kelas dan hakekat penilaian kelas akan berubah karena tujuan dasar progaram pembelajaran adalah untuk mendapatkan hasil-hasil yang baik pada akhir semester, akhir tahun dan akhir ujian akhir Sedangkan tujuan program pembelajaran sekarang adalah mengembangkan kompetensi-kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum sepanjang waktu persekolahan.
C. Profesionalisme Guru Dalam Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi
Guru sebagai pengembang dan yaang mengembangkan kurikulum sangat penting peranannya. Guru sebagai pendidik mampu untuk melaksanakan dan mengajak siswa untuk mengerti dan memahami kurikulum yang dipakai. Dalam hal ini kurikulum yang digunakan adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam pelaksanaan kurikulum, ada beberapa hal yang harus di perhatikan guru yaitu;
a. menguasai bahan pelajaran
b. mengelola/merencanakan program proses belajar mengajar
c. menilai kemajuan proses belajar mengajar.
Dalam implementasi pengembangan kurikulum berbasis kompetensi , kualitas guru dapat di tijau dari dua segi yaitu;
1. Segi Proses, guru dukatakan berhasil apabila mampu melibatkan sebagian besar pendidik secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam pembelajaran. Disamping itu dapat dilihat dari semangat dan gairah mengajarnya, serta adanya percaya diri.
2. Segi Hasil, guru dukatakan berhasil apabila pelajaran yang diberikan mampu mengbah perilaku pada sebagian besar peserta didik kearan yang lebih baik.
Salah satu hal yang perlu dipahami guru untuk mengefektifan pengembangan kurikulum KBK di sekolah adalah bahwa semua peserta didik dilahirkan dengan rasa ingin tahu yang tak pernah terpuaskan dan mereka mempunyai potensi untuk memenuhi rasa ingin tahunya. Oleh karena itu tugas guru yang paling utama adalah bagaiman mengkondisikan lingkungan belajar yang menyenangkan, agar dapat membangkitkan rasa ingin tahu sehingga tumbuh minat dan nafsunya untuk belajar. ( Mulyassa 2003 ; 187 ).
Kemampuan merencanakan program belajar mengajar merupakan muara dari segala pengetahuan teori, keterampilan dasar, dan pemahaman yang mendalam tentang objek belajar dan situasi pengajaran. Makna atau arti dari pada perencanaan/program belajar mengajar tidak lain adalah suatu proyeksi pikiran guru mengenai kegiatan yang harus di lakukan oleh siswa selama pengejaran itu berlangsung. Dalam kegiatan tersebut secara terperinci harus jels kemana siswa akan dibawa (tujuan), apa yang harus dipelajari (isi bahan pelajaran), bagaimana cara siswa mempelajarinya (metode dan teknik), dab bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapainya.
Melaksanakan/mengelola kurikulum pendidikan adalah merupakan tahap pelaksanaan program yang telah ditetapkan. Dalam proses pelakasanaan proses belajar mengajar, kemampuan yang dituntut adalah keaktifan guru dalam menciptakan dan membutuhkan siswa belajar sesuai dengan kurikulum pembelajaran. Guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat apakah kegiatan belajar mengajar dihentikan, ataukan diubah metodenya, apakah mengulang dulu pelajaran yang lalu atau mengajak siswa untuk berkompetensi sesuai dengan kurikulum yang berlaku saat ini.
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0601/06/opini/2341110.htm
Dikemukakan oleh Peters, bahwa proses dan hasil belajar siswa bergantung pada pengasaan mata pelajaran, guru, dan keterampilan mengajarnya. Atau lebih jelasnya penguasaan akan kurikulum. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru sebagai pengajar agar supaya mencapai pengajaran sesuai dengan kurikulum;
 Guru harus berusaha membangkitkan motifasi pada diri anak
 Guru hendak membuat struktur pengajaran yang sistematis
 Guru harus dapat memahami dan menghormati siswa
 Guru harus percaya pada anak bahwa anak mempunyai potensi untuk berkembang
 Menyesuaikan bahan dan metode dengan kesanggupan anak didik
 Guru membuat perencanaan dan persiapan yang matang sebelum belajar
 Guru dapat memanfaatkan media pengajaran yang sesuai dengan tujuan instruksional yang telah ditetapkan.
D. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
1. Pengertian Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan
2. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Kurikulum tingkat satuan pendidikan sebagai perwujudan dari kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah berpedoman pada Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP. Penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
3. Komponen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
• meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut
• meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut
• meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
E. Kerangka Berpikir
Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, harus dimulai dari peningkatan mutu tenaga pengajar, termaksud didalamnya penguasaan akan kurikulum yang berlaku. Bagaimana kurikulum tersebut dikembangkan dan diterapkan sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam hal ini, pelaksanaan kurikulum lebih menekankan pada kemampuan guru dalam memahami kurikulum keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar dan hasil yang dicapainya.


Untuk Link Downloadnya Secara lengkap, untuk sementara belum tunggu...Read More

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com